Budaya, Politik, dan Media tersusun dari keinginan membagi-bagikan cerita ringan bersumberkan hasil riset atau data saat penulisnya berkesempatan menggarap berita, news feature, kolom, artikel, atau film dokumenter, antara 1996 hingga 2011. Setelah itu, ia mencoba menganalisis berbagai masalah itu menurut berbagai sudut pandang.
Proses berdiam diri, dengan terus membaca, belajar, dan berkontempelasi laksana kepompong menjadi pemicu, untuk menuliskan seluruh topik itu dalam kemasan baru. Ilustrasi sederhananya, bila dulu menulis suatu topik karena tuntutan pekerjaan berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dan dirasa. Ya, seperti ulat yang rakus melahap dedaunan jenis apa pun. Maka pada tahap “kepompong”, ia menuliskannya dengan sudut pandang sesuai buku-buku atau wacana yang dipahaminya: kulturalis, politis, sosiologis, strukturalis, poststrukturalis, hingga spiritualis.
Dan selepas kulit “kepompong” mengelupas, maka hasil bacaan itu berhamburan tulisan-tulisan yang mencerminkan kekuatanNya. Berbagi dan menceritakan kuasaNya lebih menjadi motivasi dibandingkan keinginan lain. Itu pun dengan catatan yang harus digarisbawahi setebal-tebalnya, wacana “kepompong” itu adalah proses kontemplasi dalam pekerjaan kreatif.
Budaya, Politik, dan Media disajikan dalam enam segmen: budaya, politik, media, sufistik popular, inspirasi, dan budaya media. Dan bila dipadatkan, berbagai bahasan itu mengarah pada tema-tema budaya, politik, dan media.
Budaya, Politik, dan Media ditulis oleh syaiful HALIM—praktisi media, pemerhati media, sutradara film dokumenter, dan akademisi di sebuah perguruan tinggi di Jakarta. Buku yang pernah ditulisnya: Gado-gado Sang Jurnalis: Rundown Wartawan Ecek-ecek (2009); Memotret Khatulistiwa: Panduan Praktis Produksi Dokumenter Televisi (2010); Tayangan Video Mirip Artis: Pertaruhan Objektivitas dan Kearifan Media (2010); serta Media dan Komunikasi Politik (2011).[]