MATAHARI
belum terlalu lama beranjak dari peraduannya. Seorang perempuan paruh baya
berjalan perlahan di sebuah gang di kawasan RW 04 Kelurahan Cempaka Putih
Barat, Jakarta Pusat. Sesekali langkahnya terhenti sekadar menyapa ibu-ibu yang
tengah membersihkan halaman rumah, atau menyapa bocah-bocah yang bersiap-siap
berangkat sekolah.
Tanpa terasa, jarak
antara rumah dan sekolah yang mestinya bisa dicapai dalam tempo lima menit,
mesti ia tempuh hingga 30 menit lebih. Kebiasaan ini terjadi sejak 30 tahun
yang lewat. Persisnya setelah ia menjadi bagian dari kader gerak pendidikan
orang tua dan anak usia dini di kawasan ini.
Perempuan itu
bernama Ellyssa Agustina.
Di sebuah lokasi
yang menjadi pusat kegiatan warga RW 04 Kelurahan Cempaka Putih Barat, 65 orang
siswa didiknya telah menanti. Selain dua kelas untuk kegiatan pendidikan anak
usia dini (PAUD), di tempat ini juga terdapat kantor sekretariat RW 04 yang
juga menjadi tempat pelayanan kesehatan untuk warga, gazebo seluas lima meter
per segi bernama Saung Bahagia, taman bermain anak-anak, kolam gizi, sejumlah
rumah warga, dan lapangan bulutangkis.
“Kalau kelas
digunakan untuk kegiatan berlajar siswa PAUD, maka Saung Bahagia menjadi tempat
berdialog antara guru dan orangtua siswa PAUD,” jelas Bunda Elis, panggilan
akrab Ellyssa Agustina. “Nah, kolam gizi itu menjadi pemeliharaan ikan lele
atau nila, yang ketika dipanen akan dinikmati oleh warga.”
Keberadaan Bunda
Elis sebagai kader gerak pendidikan orang tua dan anak usia dini di tempat ini
bukan secara kebetulan. Setelah lulus SMA, ia memang telah giat mengikuti
kegiatan posyandu atau pembinaan lingkungan, termasuk pendidikan anak usia
dini. Ketekunan ini yang menumbuhkan kecintaannya yang terhingga terhadap dunia
pendidikan dan anak-anak.
Perempuan kelahiran
Jakarta, 11 Agustus 1965 ini terlahir sebagai sulung dari tiga bersaudara
pasangan Dadang Amin dan Dedeh Rosidah. Upaya menuntaskan sekolahnya pun
terbilang tidak mudah. Setelah sang ayah wafat, ia mesti pindah-pindah sekolah
lantaran mesti mengikuti kerabat yang menanggung biaya pendidikannya.
“Keperihatinan
ini yang membuat saya sangat berkeinginan, untuk menekuni dunia pendidikan
dengan penuh keikhlasan. Harapan saya, agar anak-anak, yang katakanlah, tidak
memiliki biaya yang memadai, juga bisa menikmati dunia pendidikan tanpa
terhalang persoalan biaya atau kesulitan ekonomi,” jelas Bunda Elis.
Keinginan ini
sejalan dengan mimpi warga di kawasan ini, yang memang sangat berharap, ada
lembaga semacam PAUD yang bisa menampung hasrat pendidikan anak-anak usia dini.
Dukungan aparat kelurahan dan RW menjadi faktor terpenting dalam upaya
mewujudkan adanya lembaga pendidikan ini.
Pada akhirnya,
sebuah lembaga PAUD pun berdiri di kawasan ini. Bahkan, sejak 2016 Bunda Elis
dibantu oleh lima relawan. Uniknya, seperti juga Bunda Elis, para relawan ini
bersedia mengajar tanpa mengharapkan upah. Sementara untuk menopang seluruh
kegiatan, lembaga ini mendapatkan dukungan pihak kelurahan, RW, juga donatur
tidak tetap.
“Setelah ibunda saya
wafat, keinginan saya untuk memajukan dunia pendidikan di kawasan ini makin
mengebu,” tegas Bunda Elis. “Dan, saya tidak peduli cibiran yang berhamburan
menyusul kesibukan demi kesibukan terkait pengembangan kegiatan pendidikan
ini.”
Bunda Elis kerap
menerima cibiran lantaran ia lebih memilih melajang demi keinginannya mengurusi
adik-adik dan keponakan-keponakannya, serta tentu saja anak-anak didiknya.
“Tapi saya tidak pernah menggubris cibiran itu karena tekad saya sudah bulat,
saya akan mengabdikan hidup saya untuk dunia pendidikan dan anak-anak!”
Di antara ketegaran
dan ketekunannya mengarungi kegiatan pendidikan orang tua dan anak usia dini,
tiba-tiba ia bisa menjadi cengeng dan meneteskan air matanya ketika teringat
pengorbanan dan perjuangan orangtuanya. Kecintaannya terhadap kedua orangtua
dan adik-adiknya adalah bagian hidup yang belum berhasil dituntaskan.
“Saya belum bisa
membahagiakan dan membanggakan mereka,” kata Bunda Elis lirih.
Meski demikian, satu
hal yang tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan posyandu dan lembaga pendidikan
di kawasan ini telah mendokumentasikan ketekunan dan kegigihannya dalam
mengawal gerak pendidikan orang tua dan anak usia dini, serta sejumlah kegiatan
yang bersifat pelayanan kepada warga di kawasan Cempaka Putih Barat, Jakarta
Pusat ini, sebagai perempuan yang sangat
mencintai dunia pendidikan dan anak-anak; sekaligus perempuan yang mampu
menghadirkan suasana lingkungan sekitar yang humanis dan harmonis. Perempuan
itu adalah Ellyssa Agustina atau Bunda Elis, bunda sejuta anak!
TANPA terasa matahari kian terasa menyengat. Bunda Elis menutup kegiatan belajar kepada anak-anak usia dini ini dengan mengajak mereka berdoa. Usai dari kelas, ia akan menyapa ibu-ibu yang telah menunggunya di Saung Bahagia. Setelah itu, ia akan membantu kader lain dalam bentuk pelayanan kesehatan di kantor sekretariat RW 04 Kelurahan Cempaka Putih Barat.
Satu mimpi yang
masih ingin ia wujudkan adalah menyediakan lembaga pendidikan untuk kalangan
remaja, khususnya dari kalangan keluarga tidak mampu. Dengan mimpi ini Bunda
Elis berharap, ada kesinambungan konsep pengembangan pendidikan sejak anak-anak
usia dini hingga remaja dari kalangan keluarga tidak mampu.
Ikuti cerita #AksiHidupBaik lainnya di akun YouTube dan Instagram @Ibu.Ibukota.[]