John Grierson pertama-tama menemukan istilah dokumenter dalam sebuah pembahasan film karya Robert Flaherty, Moana (1925), yang mengacu pada kemampuan sebuah media untuk menghasilkan dokumen visual suatu kejadian tertentu. Grierson sangat percaya bahwa “Sinema bukanlah seni atau hiburan, melainkan suatu bentuk publikasi dan dapat dipublikasikan dengan 100 cara berbeda untuk 100 penonton yang berbeda pula.” Oleh karena itu dokumenter pun termasuk didalamnya sebagai suatu metode publikasi sinematik, yang dalam istilahnya disebut “creative treatment of actuality” (perlakuan kreatif atas keaktualitasan).
Karena ada perlakuan kreatif, sama seperti dalam film fiksi lainnya, dokumenter dibangun dan bisa dilihat bukan sebagai suatu rekaman realitas, tetapi sebagai jenis representasi lain dari realitas itu sendiri.
Kebanyakan penonton dokumenter di layar kaca sudah begitu terbiasa dengan kode dan bentuk yang dominan sehingga mereka tak lagi mempertanyakan lebih jauh tentang isi dari dokumenter tersebut. Misalnya penonton sering menyaksikan dokumenter yang dipandu olehvoiceover, wawancara dari para ahli, saksi dan pendapat anggota masyarakat, set lokasi yang terlihat nyata, potongan-potongan kejadian langsung dan materi yang berasal dari arsip yang ditemukan. Semua elemen khas tersebut memiliki sejarah dan tempat tertentu dalam perkembangan dan perluasan dokumenter sebagai sebuah bentuk sinematik.
Ini penting ditekankan, karena dalam berbagai hal, bentuk dokumenter sering diabaikan dan kurang dianggap di kalangan film seni karena seakan-akan dokumenter cenderung menjadi bersifat jurnalistik dalam dunia pertelevisian. Bukti-bukti menunjukkan bahwa, bagaimanapun, dengan pesatnya perkembangan dokumenter dalam bentuk pemberitaan, terdapat perubahan kembali ke arah pendekatan yang lebih sinematik oleh para pembuat film dokumenter akhir-akhir ini. Dan kini perdebatannya berpindah pada segi estetik dokumenter karena ide kebenaran dan keaslian suatu dokumenter mulai dipertanyakan, diputarbalikkan dan diubah sehubungan dengan pendekatan segi estetik dokumenter dan film-film nonfiksi lainnya.
Satu titik awal yang berguna adalah daftar kategori Richard Barsam yang ia sebut sebagai “film nonfiksi”. Daftar ini secara efektif menunjukkan jenis-jenis film yang dipandang sebagai dokumenter dan dengan jelas memiliki ide dan kode etik tentang dokumenter yang sama. Kategori-kategori tersebut adalah:
• film faktual
• film etnografik
• film eksplorasi
• film propaganda
• cinéma-vérité
• direct cinema
• dokumenter
Pada dasarnya Barsam menempatkan dokumenter itu sendiri di luar kategori lain karena ia mengatakan bahwa peran si pembuat film dalam menentukan interpretasi materi dalam jenis-jenis film tersebut jauh lebih spesifik.
Perkembangan dokumenter dan genre-nya saat ini sudah sangat pesat dan beragam, tetapi ada beberapa unsur yang tetap dan penggunaannya; yakni undur visual dan verbal yang biasa digunakan dalam dokumenter.
Unsur Visual:
1. Observasionalisme reaktif: pembuatan film dokumenter dengan bahan yang sebisa mungkin diambil langsung dari subyek yang difilmkan. Hal ini berhubungan dengan ketepatan observasi oleh operator kamera/sutradara.
2. Observasionalisme proaktif: Pembuatan film dokumenter dengan memilih materi film secara khusus sehubungan dengan observasi terdahulu oleh operator kamera/sutradara.
3. Mode ilustratif: Pendekatan terhadap dokumenter yang berusaha menggambarkan secara langsung tentang apa yang dikatakan oleh narator/voice over.
4. Mode asosiatif: Pendekatan dalam dunia dokumenter yang berusaha menggunakan potongan-potongan gambar dengan berbagai cara. Dengan demikian, diharapkan arti metafora dan simbolis yang ada pada informasi harafiah dalam film, dapat terwakili.
Unsur Verbal:
1. Overheard exchange: Rekaman pembicaraan antaradua sumber atau lebih yang terkesan direkam secara tidak sengaja dan secara langsung.
2. Kesaksian: Rekaman observasi, opini atau informasi, yang diungkapkan secara jujur oleh saksi mata, pakar dan sumber lain yang berhubungan dengan subyek dokumenter. Hal ini merupakan tujuan utama dari wawancara.
3. Eksposisi: Penggunaan voice over atau orang yang langsung berhadapan dengan kamera, secara khusus mengarahkan penonton yang menerima informasi dan argumen.